Oleh : Pratama B.A.P Samosir, S.Ag
Om Swastyastu,
Sebelum kita
membahas akan hakekat Teman dan Musuh marilah kita mencoba memahami terlebih
dahulu hakekat keutamaan menjadi manusia menurut ajaran Agama Hindu, karena kecenderungan
manusia saat ini yang sudah lupa terhadap tujuan dilahirkannya sebagai seorang
manusia, yang salah satunya disebabkan oleh pengaruh kenikmatan duniawi telah
merubah perilaku manusia itu untuk menyimpang dari ajaran kebenaran atau agama
serta hakekatnya. Sehingga apa yang telah disuratkan dalam berbagai kitab Suci
Weda dapat kita jadikan sebagai pedoman untuk memahaminya, seperti yang
termaktub dalam Kitab:
Sarasamuçcaya, Sloka 2:
Manusah
sarvabhutesu varttate vai çubhaçubhe Açubhesu samavistam çubhesvevavakarayet.
Artinya :
Diantara semua mahluk hidup, hanya yang
dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik
ataupun buruk; leburlah kedalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk
itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.
Sarasamuçcaya, Sloka 3:
Upabhogaih
parityaktam natmanamavasadayet, Candalatvepi manusyam sarvvatha tata durlabham.
Artinya :
Oleh karena itu, janganlah sekali-kali
bersedih hati; sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu,
hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat
dilahirkan menjadi manusia, meskipun dilahirkan hina sekalipun.
Sarasamuçcaya, Sloka 4:
Iyam hi
yoning prathama yam prapya jagatipate, Atmanam çakyate tratum karmabhih
çubhalaksanaih.
Artinya :
Menjelma menjadi manusia itu adalah
sungguh-sungguh utama; sebab demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari
keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik;
demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Sarasamuçcaya, Sloka 6:
Sopanabhutam
svargasya manusyam prapya durlabham, Tathatmanam samadayad dhvamseta na punaryatha.
Artinya :
Kesimpulannya, pergunakanlah
sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh
sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu
yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.
BERHATI-HATI DALAM BERSAHABAT
Dengan pemahaman dari beberapa sloka di atas maka kita bisa
menyadari bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di
antara ciptaan Tuhan yang lainnya. Hal ini dikarenakan hanya manusia yang
memiliki pikiran dan hati nurani yang bisa menentukan baik dan buruknya suatu
perbuatan yang akan dilakukannya. Manusia juga dikatakan sebagai mahkluk individu
dan juga sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk social manusia memerlukan
hubungan dengan sesamanya, karena manusia tidak akan mungkin hidup sendirian.
Betapapun kayanya, manusia itu, betapapun kuatnya, betapapun pintarnya, ia
pasti memiliki kekurangan, kekurangan itulah yang dilengkapi oleh sesamanya.
Untuk dapat melengkapi itu, manusia harus melakukan pendekatan, pendekatan
untuk membangun hubungan yang baik, berupa pergaulan. Ajaran Weda, mengajarkan
kepada umatnya untuk senantiasa mengembangkan dan membangun hubungan yang baik,
bergaul yang baik, menjalin persahabatan sebagai bentuk kebersamaan guna
mewujudkan cita-cita berupa kesejahteraan bersama.
Dalam ajaran Weda pun
diajarkan hendaknya setiap orang menghindarkan dirinya bergaul dengan orang-orang
yang tercela dan diharapkan bergaul dengan orang-orang yang bijaksana, demikian
pula kebangsawanan sesungguhnya hanya dapat diperoleh melalui amal kebajikan.
Perintah untuk meninggalkan pergaulan dengan orang-orang tercela tersurat di
dalam Kitab Suci Rg. Veda X.53.8:
Asmanvati
riyate sam rabhadhavam, Uttisthata pra tarata sakhyah, Atra jahama ye asan
asevah, Sivan vayam uttaremabhi vajan
Artinya:
Wahai teman-teman, dunia yang penuh dosa
dan penuh duka ini berlalu bagaikan sebuah sungai yang alirannya dirintangi
oleh batu besar (yang dimakan oleh arus air) yang berat. Tekunlah, bangkitlah,
dan seberangilah ia. Tinggalkan persahabatan dengan orang-orang tercela. Seberangilah
sungai kehidupan untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran.
Petikan mantra
suci Veda di atas mengajarkan kepada kita bahwa hendaknya setiap orang
menghindarkan dirinya bergaul dengan orang-orang yang tercela, dan bergaulah
dengan orang-orang yang bijaksana (suci). Karena dengan pergaulan (Sańsarga)
dengan orang bijaksana (suci) akan membentuk karakter manusia yang bermoral,
dan berbudhi pekerti yang luhur, serta dapat meningkatkan kualitas hidup
manusia menuju manusia yang utuh secara jasmani dan rohani.
Keyakinan ini
kalau direnungkan dengan konsep ajaran Tri Pramana yaitu Agama Pramana, Anumana
Pramana dan Praktyaksa Pramana maka kebenarannya tidaklah meragukan.
Pertumbuhan dan kedewasaan manusia baik secara fisik maupun rohani sangat besar
disebabkan karena faktor lingkungan yang ada di luar dirinya, proses terjadinya
pengaruh ini masuk melalui Panca Budhīndriya (5 macam indriya yang berfungsi untuk mengetahui sesuatu) dan Panca
Karméndriya (5 macam indriya yang berfungsi untuk melakukan sesuatu) manusia
itu. Contoh misalnya; Indriya pada
telinga, kalau seseorang dalam hidupnya indriya telinganya hanya digunakan
untuk mendengarkan hal-hal tentang kesuksesan, keindahan, kesucian, maka
seketika atau melalui sebuah proses lambat laun emosi kejiwaan yang tumbuh
dalam diri seseorang ingin merasakan kesuksessan, keindahan, dan kesucian dalam
dirinya.
Ilustrasi ini
sesuai dengan bagaimana membentuk karakter dan membekali pengetahuan dan
mendidik anak mulai sejak dalam kandungan, yang dilakukan oleh Subadra terhadap
bayi yang ada dalam kandungannya yaitu Abhimanyu, dimana pada saat hamil
Drupadi selalu menggunakan telinganya untuk mendengarkan cerita suaminya Arjuna
tentang kepahlawanan, keperkasaan seorang Ksatriya dalam medan pertempuran,
ilmu peperangan, dan tentang kegagahan seorang Kstriya. Ternyata setelah lahir
putranya Abhimanyu tumbuhlah menjadi seorang putra yang suputra dan memiliki
ilmu pengetahuan tentang kepahlawanan, keperkasaan dan ilmu peperangan seperti
layaknya seorang Ksatriya yang lain. Dan bahkan Abhimanyu memiliki ilmu seperti
ayahnya Arjuna, padahal tidak melalui belajar. Tetapi ini diperoleh saat masih
dalam kandungan ibunya Drupadi, karena Drupadi selalu menggunakan indriya
telinganya untuk mendengar cerita akan kehebatan, kegunaan, fungsi dan cara
menggunakan ilmu yang dimiliki suaminya Arjuna. Aksi-reaksinya ternyata setelah
lahir Abhimanyu sudah memiliki ilmu yang dimiliki oleh ayahnya yaitu Arjuna.
Dalam Canakya Niti
Sastra, Adhyaya. I, Sloka.10, dijelaskan bahwa, hendaknya orang menghindari pergaulan dengan orang-orang yang tidak
memiliki sifat yaitu tidak memiliki kepedulian untuk memelihara kehidupan,
orang yang tidak memiliki rasa takut, yang tidak memiliki rasa malu, tidak
cerdas, tidak dermawan, hendaknya kita hindari. Hal ini bukan menjadikan
kita membatasi diri dalam pergaulan akan tetapi kita disarankan untuk memilih
pergaulan dengan orang-orang bijaksana. Tentang kepada siapa saja harus kita
bergaul di jelaskan dalam Canakya Niti Sastra, Adhyaya V, Sloka, 15:
Vidya mitram pravasesu, bharya
mitram grhesu ca, vyadhitasyausadham mitram,
dharmo mitram mrtasya ca
Artinya:
Satu-satunya teman pada saat di negeri
orang adalah ilmu pengetahuan, teman di rumah adalah istri, teman bagi
orang-orang sakit adalah obat, bagi orang yang sedang menghadapi kematian
satu-satunya teman adalah ajaran-ajaran kebenaran/dharma.
Merujuk kutipan
sloka di atas maka dapat kita tarik maksud dan tujuannya antara lain:
Pertama,
Satu-satunya teman pada saat di negeri
orang adalah ilmu pengetahuan. Apabila seseorang sudah bersahabat, berteman,
atau bergaul dengan ilmu pengetahuan maka lautan luas pun akan terseberangi,
segala kesulitan akan teratasi dan tidak ada kesulitan apapun yang tidak
teratasi, seperti ucap sastra suci Veda. Walaupun sastra suci Veda sudah
menjelaskan bahwa orang yang paling miskin didunia ini adalah orang yang tidak
memiliki pengetahuan, bukan orang yang tidak memiliki kekayaan material.
Walaupun memiliki harta benda tetapi tidak memiliki pengetahuan, sesungguhnya
orang tersebut adalah orang miskin namanya.
Dengan demikian, kalau umat Manusia
meyakini kitab sucinya maka kekayaan yang paling berharga di dunia adalah
ketika memiliki pengetahuan, tetapi fenomenanya masih banyak umat beragama yang
tidak mau mengejar ilmu pengetahuan, justru yang dikejar adalah kekayaan
material. Pernyataan ini dikemukakan karena ternyata memang masih banyak para
orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya untuk menimba ilmu pengetahuan,
kasarnya malah membeli tanah, beli mobil, membangun rumah mewah, sangat berani,
tetapi untuk menyekolahkan anak dan menabung untuk biaya pendidikan masih perlu
ditanyakan. Kalau mau berguru dengan ucap sastra Canakya Niti Sastra ini
berpesan kepada umat manusia untuk “bersahabat
dan bergaulah dengan ilmu pengetahuan, karena dengan berpengetahuan orang mampu
berwiweka dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya”.
Kedua;
Dirumah bersahabat dan bergaulah dengan
istri atau suami bagi yang sudah dalam jenjang Grhasta dalam Catur Asramanya,
ini maksudnya agar terjadi komunikasi dua arah antara suami dan istri dalam
kehidupan rumah tangganya, karena banyak fenomena konflik yang terjadi di rumah
tangga karena mereka satu sama lain tidak mau bergaul dan bersahabat. Kalau
dalam pergaulan antara suami dan istri diabaikan, apalagi kalau punya kelainan
kaki, dimana kalau di rumah kaki panas, tapi kalau diluar kaki hangat, yang
terjadi sering keluar rumah dan jarang-jarang dirumah (Jarum Super). Jarang di
rumah adalah awal tidak terjadinya pergaulan dan kumunikasi antara suami dan
istri, pada akhirnya menjadi bibit konflik dan pada akhirnya berujung pada
pertikaian dan kehancuran rumah tangga.
Ketiga;
Sahabat/pergaulan bagi orang sakit adalah
bersahabat/bergaul sama obat. Makna yang terkandung dalam sastra ini sangat
dalam. Orang sakit pengertiannya sangat luas, yang sakit apanya? kalau tubuhnya
yang sakit demam misalnya, maka carilah obat dirumah sakit atau apotek, tapi
kalau jiwanya yang sakit maka bersahabat/bergaulah kepada obat yang dapat menyembuhkan
penyakit kejiwaannya. Tetapi banyak yang sakit di dunia ini salah bergaul sama
obat, sehingga banyak jadi salah arah, seperti orang-orang yang sakit bergaul
dengan obat narkoba.
Keempat;
Orang yang sedang menghadapi kematian
satu-satunya teman bergaul adalah ajaran-ajaran kebenaran/dharma. Sastra ini
juga berpesan kepada orang-orang yang sudah menginjak usia senja (jompo) jangan
salah bergaul, atau berfikir macam-macam tentang keduniawian, karena kalau
salah bergaul akan menyebabkan penderitaan, seperti stres, struk, seda dan
setra. Pesan dari sastra ini adalah bagi orang yang secara fisik sudah senja
atau menuju kematian, bersahabat dan bergaullah dengan ajaran-ajaran
kebenaran/dharma, karena kematian akan membawa karma wasana bukan kemewahan duniawi.
MEMAHAMI
DAN MENGENDALIKAN MUSUH
Selanjutnya setelah kita memahami tentang hubungan Persabatan
maka disisi lainya pastinya kita harus memahami adanya musuh. Mungkin tidak
banyak yang menyadarinya bahwa manusia memiliki musuh-musuh yang besar dan tidak
kasat mata yang berada tidak jauh dari dalam dirinya. Namun ironisnya banyak
manusia memerangi musuh yang ada di luar pada dirinya dengan mengatas namakan
ajaran suci yang diyakininya bahkan dengan cara yang keji dan brutal sampai
membunuh sesama manusia yang dianggap musuh menurut keyakinannya itu.
Dalam pandangan Hindu dari dulu sampai saat ini dan hingga
akhir zaman nanti telah mengajarkan umat manusia dalam kehidupannya dihadapkan
pada musuh besar yang tak akan lekang oleh jaman. Musuh besar yang selalu
mengintip dan menerjang di saat kita lengah akan menjalani kehidupan ini. Musuh
yang selalu ada dalam setiap jejak kita melangkah dalam kehidupan ini yang
berada pada dalam diri manusia itu sendiri. Musuh yang dimaksud adalah Sad
Ripu yang dapat membawa manusia jatuh dan terjerumus ke lembah
kekotoran dan neraka.
Mengendalikan sifat-sifat dari Sad Ripu adalah hal mutlak
yang patut kita lakukan. Banyaklah kita diberikan pencerahan baik dari orang
tua, guru, para leluhur terdahulu, lingkungan yang baik, serta pula dari guru
kerohanian agar terhindar dari sad ripu ini. Dan secara simbolis bahwa ada
upacara metatah atau potong gigi yang dapat pula sebagai upacara yang berkaitan
dengan pengurangan sad ripu tersebut.
Sad Ripu berasal dari kata ‘sad’ yang berarti enam
dan ‘ripu’
yang berarti musuh. Jadi secara harfiah Sad Ripu berarti enam musuh yang berada
dalam diri manusia. Bagian – bagian sad ripu meliputi :
1.
Kama :
nafsu, keinginan
2.
Lobha :
tamak, rakus
3.
Krodha :
kemarahan
4.
Moha :
kebingungan
5.
Mada :
mabuk
6.
Matsarya :
dengki, iri hati
Enam musuh ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda, bila
kita tidak dapat mengendalikanya maka akan jatuh ke dalam kesengsaraan. Oleh
karena itu hendaknya manusia harus mengetahui dan bisa mengendalikan enam musuh
yang ada dalam diri masing – masing. berikut adalah 6 musuh yang ada dalam diri
manusia:
1.
Kama
Kama
yang dimaksud dalam sad ripu ini adalah nafsu atau keinginan yang negatif. Manusia
memang harus memiliki keinginan, tanpa keinginan hidup ini akan terasa datar
sekali. Tetapi keinginan yang sifatnya positif, seperti ingin jadi dokter, guru
dan lainnya untuk kebaikan. Keinginan yang terkendali akan menjadi teman yang
akrab bagi kita.
Kama
disebut juga hawa nafsu. Hawa nafsu yang dapat menjerumuskan manusia ke arah
yang buruk jika dilakukan secara berlebihan, hendaknya manusia harus bisa
mengekang hawa nafsu mereka menuju kebaikan yang berguna untuk dirinya dan
dunia ini.
2.
Lobha
Lobha
berarti tamak atau rakus yang sifatnya negatif sehingga merugikan orang lain.
Lobha yang sifatnya negatif akan menyebabkan seseorang terdorong untuk
melakukan kejahatan karena merasa tidak pernah puas dengan apa yang
dimilikinya. Contohnya tindakan mencuri, merampok,korupsi yang merajalela
dikalangan pejabat negeri ini dan sebagainya. Lobha yang sifatnya positif
hendaknya dipertahankan, seperti tidak puas terhadap ilmu pengetahuan yang
positif, lobha terhadap amal/dana punia.
3.
Krodha
Krodha
berarti kemarahan. Orang yang tidak bisa mengendalikan amarahnya akan
menyebabkan kerugian pada diri sendiri maupun orang lain. Bahkan bisa sampai
membunuh orang lain. Banyak tindakan–tindakan anarkis dan kriminal yang timbul
karena kemarahan. Seperti merusak barang milik orang lain, memukul teman,
bahkan ada yang tega membunuh keluarganya sendiri.
4.
Moha
Moha
berarti kebingungan yang dapat menyebabkan pikiran menjadi gelap sehingga
seseorang tidak dapat berfikir secara jernih. Hal ini akan menyebabkan orang
tersebut tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Akibatnya hal–hal
yang menyimpang akan dilakukannya. Banyak penyebab seseorang menjadi bingung,
seperti marah, mendapatkan masalah yang berat, kehilangan sesuatu yang dicintai
dan sebagainya.
5.
Mada
Mada
berarti mabuk. Orang mabuk pikiran tidak berfungsi secara baik. Akibatnya
timbulah sifat–sifat angkuh, sombong, takabur dan mengucapkan kata–kata yang
menyakitkan hati orang lain. Seperti mabuk kekayaan yang dimilikinya, mabuk
karena ketampanan. Mabuk juga dapat ditimbulkan karena minum minuman keras.
Dengan minum minuman keras yang berlebihan akan menyebabkan seseorang
kehilangan kesadaran, sehingga menimbulkan perilaku yang merugikan diri sendiri
maupun orang lain.
6.
Matsarya
Matsarya
berarti dengki atau iri hati. Hal ini akan menyiksa diri sendiri dan dapat
merugikan orang lain. Orang yang matsarya merasa hidupnya susah, miskin,
bernasib sial, sehingga akan menyiksa batinnya sendiri. Selain itu bila iri
terhadap kepunyaan orang lain maka akan menimbulkan rasa ingin memusuhi,
berniat jahat, melawan dan bertengkar, menyakiti, sehingga merugikan orang
lain.
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa, di dalam ajaran Hindu mengajarkan untuk menjalin hubungan yang baik
dengan sesama berupa pergaulan/persahabatan. Pergaulan/persahabatan yang
dimaksud adalah dengan senantiasa mengembangkan rasa cinta kasih, dan sangat
dipantangkan kita untuk bergaul dengan orang-orang jahat, karena akan membawa
pengaruh yang tidak baik bagi pribadi seseorang. Etika pergaulan dalam hal ini
adalah bagaimana kita dapat menempatkan diri, dan mengetahui rambu-rambu
pergaulan, sehingga kita tidak salah dalam menjalin pergaulan itu.
Begitupun dalam memahami dan mengendalikan musuh terbesar
dalam kehidupan manusia (Sad Ripu) jika dipupuk dengan sifat negatif akan
menjadi musuh yang tidak dapat dikontrol, sedangkan jika dipupuk dengan sifat
positif akan menjadi perilaku baik. Musuh yang terdapat dalam diri dapat
membawa dampak yang tidak baik dalam kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia
membutuhkan orang – orang disekitarnya. Jika musuh yang terdapat dalam diri
tidak mampu dikendalikan, hal itu dapat menimbulkan dampak yang negatif, salah
satunya adalah mendapat hukuman penjara karena melakukan tindakan kriminal.
Sesungguhnya apabila itu kedua pemahaman ini dipahami dan
dilaksanakan maka akan terwujud cita-cita hidup yang harmonis. Mari kita
lakukan dan wujudkan itu semua.
Om
Santi, Santi, Santi, Om.
DAFTAR
PUSTAKA
Ngurah, I Gusti.2006.Agama Hindu.Surabaya:Paramita.
Kajeng, I Nyoman.(1997). Sarasamuscaya. Jakarta: Hanuman Sakti.
Titib, I Made.(2003). Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan.
Surabaya: Paramita.